Rahasia Kamar Mayat Tua! Penjaga Syok dengan Kiriman Minggu Ini.

Oleh VOXBLICK

Senin, 20 Oktober 2025 - 02.10 WIB
Rahasia Kamar Mayat Tua! Penjaga Syok dengan Kiriman Minggu Ini.
Kengerian tak terduga di kamar mayat. (Foto oleh Adam B.)

VOXBLICK.COM - Malam adalah kawan setia di kamar mayat tua ini. Dingin, sunyi, dan penuh bayangan yang menari di dinding setiap kali lampu neon berkedip. Namaku Hadi, dan selama dua puluh tahun terakhir, aku telah menjadi penjaga setia tempat ini. Aku telah melihat semuanya: dari tragedi jalan raya yang mengenaskan, penyakit yang menggerogoti, hingga kematian yang datang dengan tenang dalam tidur. Setiap jenazah adalah sebuah cerita yang berakhir, dan tugasku adalah memastikan mereka beristirahat dengan damai sebelum perjalanan terakhir mereka. Aku pikir tidak ada lagi yang bisa mengejutkanku, bahwa jiwaku telah kebal terhadap kengerian dan kesedihan yang menyelimuti pekerjaan ini. Aku salah. Sangat salah.

Minggu ini, ketenangan yang akrab itu terasa berbeda. Ada bisikan angin yang lebih dingin dari biasanya, atau mungkin hanya perasaanku saja.

Setiap langkah kakiku di lantai beton yang dingin terasa bergema lebih panjang, seolah-olah mengundang sesuatu dari kegelapan untuk menjawab. Aku mencoba mengabaikannya, menyalahkan kelelahan dan rutinitas yang monoton. Namun, firasat aneh itu terus membayangi, sebuah kegelisahan yang merayap perlahan dari ujung jari kaki hingga ke tengkukku. Aku tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu yang akan datang. Dan memang datang, tepat di hari Kamis yang kelabu.

Rahasia Kamar Mayat Tua! Penjaga Syok dengan Kiriman Minggu Ini.
Rahasia Kamar Mayat Tua! Penjaga Syok dengan Kiriman Minggu Ini. (Foto oleh Mario Wallner)

Kiriman yang Tak Wajar

Pukul sebelas malam, sirine ambulans memecah keheningan. Ini bukan hal aneh, tapi ada sesuatu yang janggal kali ini. Biasanya, mereka akan langsung membawa jenazah masuk, mengisi formulir, dan pergi.

Namun, malam itu, dua petugas ambulans berdiri di pintu, raut wajah mereka tegang, bahkan sedikit pucat. Mereka membawa sebuah kantung jenazah hitam standar, tapi cara mereka memegangnyadengan hati-hati berlebihan, seolah-olah isinya rapuh namun sekaligus berbahayamembuatku merinding. "Ini... kiriman minggu ini, Pak Hadi," kata salah satunya, suaranya serak. "Dari tempat yang jauh. Tidak ada identitas. Hanya ini." Ia menyerahkan sebuah amplop kecil yang kosong.

Aku mengernyit. Tidak ada identitas? Itu sangat tidak biasa. Setiap jenazah, bahkan yang paling tidak beruntung sekalipun, setidaknya memiliki nomor kasus atau catatan awal dari polisi. Ini benar-benar kosong. Aku menatap kantung jenazah itu.

Bentuknya aneh. Tidak seperti tubuh manusia pada umumnya. Ada tonjolan-tonjolan yang tidak simetris, seolah-olah isinya telah dipelintir atau... tidak utuh. Aroma aneh mulai tercium, bukan bau formaldehida yang biasa, bukan pula bau kematian yang memuakkan. Ini adalah bau tanah basah bercampur sesuatu yang manis, namun busuk, seperti bunga yang membusuk di kuburan.

Misteri di Balik Kain Hitam

Dengan perasaan tidak enak, aku memindahkan kantung jenazah ke meja otopsi. Beratnya terasa salah, terlalu ringan untuk tubuh orang dewasa, namun terlalu padat untuk anak-anak. Aku mengambil gunting bedahku, jemariku sedikit gemetar.

Aku mulai membuka ritsleting perlahan, setiap gesekan kain terasa seperti derit pintu neraka. Bau aneh itu semakin kuat, membuat perutku mual. Ketika ritsleting terbuka sepenuhnya, aku terdiam. Bukan karena kengerian yang brutal, melainkan karena keanehan yang mutlak.

Di dalam kantung itu, tergeletak bukan satu, melainkan tiga potongan tubuh yang tampak seperti bagian-bagian dari boneka manekin, namun terbuat dari bahan organik. Kulitnya pucat, dingin, dan terasa seperti lilin. Tidak ada darah.

Tidak ada luka terbuka. Hanya tiga potongan: sebuah batang tubuh tanpa kepala dan lengan, sepasang kaki yang utuh, dan sebuah kepala yang terpisah. Yang paling mengerikan adalah wajah di kepala itu. Matanya terbuka lebar, menatap kosong ke langit-langit, namun ekspresinya bukan ekspresi ketakutan atau penderitaan. Itu adalah ekspresi... terkejut. Sangat terkejut, seolah-olah ia telah melihat sesuatu yang tak terbayangkan sesaat sebelum kematiannya.

Aku berusaha mencari tanda-tanda identifikasi, sidik jari, apa saja. Nihil. Tidak ada tanda lahir, tidak ada bekas luka, bahkan rambutnya terasa seperti serat buatan. Aku memeriksa setiap potongan tubuh dengan teliti. Tidak ada sambungan yang jelas, tidak ada bekas sayatan yang menunjukkan bahwa ini adalah hasil mutilasi. Mereka tampak seperti potongan-potongan yang memang diciptakan terpisah, atau mungkin, dipisahkan dengan cara yang tidak bisa kupahami. Kejadian paling mengerikan yang pernah kualami dalam dua dekade. Bulu kudukku berdiri, bukan karena dingin, tapi karena ketidakmampuan akalku mencerna apa yang ada di hadapanku.

Bisikan dari Kegelapan

Aku menghabiskan sisa malam itu dalam keadaan syok. Aku mencoba menghubungi polisi, tapi mereka hanya menyuruhku untuk menyimpan jenazah itu sampai pagi. "Mungkin korban eksperimen aneh," kata seorang polisi dengan nada meremehkan.

Namun, aku tahu ini bukan sekadar eksperimen. Ini adalah sesuatu yang lain. Aku terus bolak-balik memeriksa jenazah, mencoba mencari celah, petunjuk. Aku bahkan mulai meragukan kewarasanku sendiri. Apakah aku terlalu lelah? Apakah aku mulai berhalusinasi?

Saat fajar mulai menyingsing, aku mendengar suara. Bukan suara yang jelas, lebih seperti bisikan, atau desisan samar yang datang dari ruang otopsi. Aku menegang. Aku tahu aku sendirian. Aku mengambil senter dan perlahan melangkah kembali ke sana.

Cahaya senterku menyapu meja, menerangi potongan-potongan tubuh yang masih tergeletak. Tidak ada yang bergerak. Tidak ada yang berubah. Tapi suara itu... suara itu ada. Lebih jelas sekarang, seperti seseorang yang mencoba bernapas melalui tenggorokan yang tersumbat.

Aku mendekat, jantungku berdebar kencang di dadaku. Aku mengarahkan senter ke wajah yang terkejut itu. Dan saat itulah aku melihatnya. Kelopak mata yang tadinya kaku, kini sedikit bergetar.

Bibir pucat itu, yang tadinya tertutup rapat, kini sedikit terbuka. Dan dari celah itu, sebuah suara nyaris tak terdengar keluar, seperti embusan napas terakhir, atau mungkin, napas pertama setelah sekian lama.

"Pulangkan... aku..."

Suara itu, begitu lemah namun begitu jelas, membuatku menjatuhkan senter. Kegelapan menyelimutiku sejenak, dan ketika aku berhasil menyalakan senter lagi, aku melihat sesuatu yang membuat darahku mengering. Kepala itu, yang tadinya menatap langit-langit, kini sedikit miring. Matanya, masih dengan ekspresi terkejut, kini menatap lurus ke arahku. Dan di sudut bibirnya, ada senyum tipis yang perlahan, sangat perlahan, mulai terbentuk. Aku tidak tahu apa misteri tak terpecahkan di balik kiriman ini, tapi aku tahu satu hal: aku tidak sendirian lagi di kamar mayat tua ini. Dan dia, atau benda itu, tidak ingin pulang.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0